Share

Mahfud MD: Islam Wasathiyah Cocok untuk Bangsa Indonesia

Tim Okezone, Jurnalis · Selasa 18 Agustus 2020 00:10 WIB
https: img.okezone.com content 2020 08 17 614 2263582 mahfud-md-islam-wasathiyah-cocok-untuk-bangsa-indonesia-6kpZWwh3WV.jpg Menko Polhukam, Mahfud MD (Foto: Kemenko Polhukam)
A A A

ISLAM Wasathiyah yang dimaknai sebagai ajaran Islam yang rahmatan lil alamin sangat peting dibumikan di Indonesia. Sebab pemahaman itu membuat Islam tidak condong terlalu ke kanan ataupun sebaliknya terlampau ke kiri.

Demikian disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD saat memberi sambutan pada launching buku Fikih Kebangsaan Jilid III secara virtual yang disiarkan langsung dari Ponpes Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Senin (17/8/2020).

Buku tersebut memaparkan hubungan Islam dan negara. Menurut Mahfud, perlu disebarluaskan wacana keilmuwan Islam Wasathiyah. Islam jalan tengah. Yang tidak ekstrem ke kanan dan ke kiri.

"Ya, inilah yang cocok bagi bangsa Indonesia," kata Mahfud yang juga murid sekaligus sahabat almarhum KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini,

Islam Wasathiyah lanjutnya, paling cocok diterapkan di Indonesia. Pasalnya, sejak berdirinya republik ini, jalan tengah ini telah dirumuskan para tokoh Islam yang tergabung dalam BPUPKI.

Mereka menasbihkan Islam di Indonesia adalah moderat, karenanya tidak memaksakan untuk mendirikan negara Islam. Islam dari waktu ke waktu kata Mahfud juga mengalami kemajuan. Menurutnya, sebelum merdeka dan satu dasawarsa setelah merdeka, orang Islam masih disudutkan.

Tidak banyak diberi peran. Namun, lambat laun, Islam mulai mendapat tempat. Hingga kini, pemeluknya bebas mendapat hak yang setara dan bahkan menempati berbagai posisi penting di republik ini.

"Awal kemerdekaan, mau jadi tentara enggak boleh. Tapi sekarang, semua berubah. Makanya salah kalau orang menyebut ada islamophobia. Pak Tito (Mendagri) ngajinya pintar. Jadi imam kelasnya bukan 'Qulhu'. Surat panjang, beliau fasih. Tapi bisa jadi Kapolri, bisa jadi menteri," puji Mahfud.

Baca juga: Yuk, Raih Kemerdekaan Hakiki dengan Takwa

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menambahkan, perkembangan Islam sudah semakin pesat. Tidak ada larangan kegiatan keagamaan. Di kabinet, kantor kementerian, BUMN, kantor pemerintahan, banyak mushola dan acara kajian keagamaan yang tumbuh subur dan gampang ditemui.

"Di kantor polisi ada pengajian. Kapolresnya pintar ngaji, pintar dakwah. Di kantor TNI juga demikian. Di kampus-kampus, Islam sudah terang-terangan. Dulu sampai akhir 70-80 malu-malu. Pakai jilbab jarang. Sekarang semua pakai jilbab. Tidak ada sekali lagi islamplophobia saat ini. Kalau ada yang bilang, itu pihak yang kalah saja. Karena yang diserang mereka juga memperjuangkan Islam," tutur Mahfud.

Sementara, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian menjelaskan, perkembangan geopolitik dunia berubah sejak tahun 2000-an. Peristiwa dan aksi terorisme mengatasnamakan agama mulai muncul sejak aksi 11 September 2001. Inilah yang mengubah geopolitik dunia. Amerika belum pernah diserang di jantungnya.

Negeri Paman Sam lantas membuat global war on terror. Indonesia pun beruntun dikejutkan peristiwa Bom Bali. Disusul rangkaian peristiwa teror berikutnya.

Ternyata, lanjut Tito, terdapat perbedaan dalam akidah Islam. Hampir semua pelaku teror mengatakan sedang berjihad. Padahal, ini pemahaman yang keliru.

"Saya melihat ada satu set narasi yang sama dalam melakukan aksi kekerasan. Mereka banyak sekali menyitir dari satu sumber. Sumber-sumber dari Timur Tengah. Konsep jihad bagi mereka adalah jihad peperangan, qital, bahkan hukumnya wajib ain, bukan fardlu khifayah. Jihad ini bahkan seperti rukun Islam keenam. Bagi mereka, harus dilaksanakan," ucap Tito.

Mantan Kapolda Metro Jaya ini menegaskan bahwa harus ada perang narasi. Mengubah dan meluruskan narasi jihad yang salah selama ini. Moderasi narasi atau counter narasi juga harus disertai ayat-ayat Alquran dan Hadits.

"Buku Fikih Kebangsaan ini, ini sangat penting menjadi counter narasi untuk seluruh pihak. Buku ini, saya baca, saya lega. Ini yang ketiga dari Lirboyo. NU memang benteng NKRI, salah satu pendiri NKRI," puji Tito.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Jangan hanya dibaca orang NU

Rais Syuriah PCINU Australia dan Selandia Baru, KH Nadirsyah Hosen (Gus Nadir) berujar bahwa buku Fikih Kebangsaan III ini sangat penting. Sebab, mengisi ruang kosong dalam fikih siyasah dan tema-tema khilafah. Menurutnya, buku ini bukan pesanan pemerintah, juga bukan dari orang liberal, namu jelas murni dari Lirboyo.

"Buku ini khas manhaj pesantren. Metodologi ini sangat kokoh dan solid. Ini luar biasa, mestinya dikaji dan dibaca juga oleh kelompok di luar pesantren dan kalangan NU. Harus dicetak, dimasukkan kurikilum baik pesantren maupun sekolah umum. Insyaallah bermanfaat," kata Gus Nadir.

Hal senada disampaikan Mustasyar PBNU, KH Mustofa Bisri alias Gus Mus. Ia mengusulkan tiga edisi buku ini dijadikan satu dan disebarluaskan tidak hanya untuk kalangan pesantren nahdliyin saja.

Sebagai catatan, Gus Mus menambahkan pemahaman jihad yang kurang dalam buku ini. Perlu ditambah pemahaman jihad melawan kebodohan. Sebab, sekarang ini, selain korupsi dan pandemi, yang paling harus dilakukan adalah jihad melawan kebodohan untuk menghilangkan kebodohan dan yang tak mau belajar yang tengah menyeruak sekarang ini.

"Banyak yang enggak ngerti tentang agama, bicara soal agama. Ini amat gawat. Padahal ini soal ruh. Bikin celaka banyak orang. Ini harus diluruskan, salah satunya dengan buku ini," kata Gus Mus.

Di lain pihak, Ketua Umum Himpunan Alumni Ponpes Lirboyo, KH. A Kafabihi Mahrus menyebut bahwa buku ini disusun oleh Lajnah Lembaga Bahtsul Masail Alumni Ponpes Lirboyo, Jawa Timur. Menurutnya, agama dan pemerintahan harus beriringan. Posisi agama sebagai fondasi, ulama sebagai penjaga dari paham yang tidak baik. Sedangkan pemerintah menjaga negara melanjutkan keberadaan NKRI.

"Kami bangga dan bersyukur terbitnya (buku) Fikih Kebangsaan III ini. Kuseksesan sebuah bangsa tidak lepas dari para pendahulu, salah satunya ulama dan masyayikh," pungkasnya

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini