Share

Menyusuri Goa Tewet, Keajaiban Nusantara yang Tersembunyi di Tanah Borneo

Dimas Andhika Fikri, Jurnalis · Sabtu 28 November 2020 08:41 WIB
https: img.okezone.com content 2020 11 28 408 2317789 menyusuri-goa-tewet-keajaiban-nusantara-yang-tersembunyi-di-tanah-borneo-1Ukp2wWCLH.jpeg Perjalanan menuju Goa Tewet di Kutai Timur (Okezone.com/Dimas)

PEMANDANGAN berbeda tampak di Camp Tewet, Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, Sabtu 21 November 2020. Bangunan kayu bertingkat dua itu ramai dipenuhi warga.

Satu hari sebelumnya, rombongan kami menginjakkan kaki di tempat ini setelah kurang lebih dua jam menyusuri Sungai Jelai-Belangon. Dan pagi itu, kami berencana melanjutkan petualangan menuju Goa Tewet.

Goa ini adalah saksi bisu jejak manusia purba tertua di Indonesia. Terdapat puluhan gambar cadas yang diklaim berusia 40 ribu tahun.

Baca juga: Indonesia Punya Berjuta Potensi Ekowisata, Pemasarannya Bisa Bidik Milenial

Letak Goa Tewet sebetulnya tidak terlalu jauh. Kira-kira hanya 90 meter bila ditarik garis lurus dari lokasi camp kami. Namun untuk pemula medannya terbilang ekstrem. Ia tersembunyi di tengah-tengah hutan belantara khas Kalimantan Timur.

Dibutuhkan persiapan matang dan kondisi tubuh prima. Selain itu disarankan memakai sepatu trekking, pakaian nyaman, lalu mengenakan helm.

ilustrasi

Goa Tewet (Okezone.com/Dimas)

Penggunaan helm menjadi sangat penting untuk melindungi kepala dari kemungkinan terjatuhnya ranting atau batu-batu kerikil. Pindi Setiawan, sang pemimpin ekspedisi sekaligus salah satu penemu goa di Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat mengatakan, perjalanan kali ini memang tidak mudah.

Untuk sampai ke Goa Tewet, tak cukup sekadar treking dan hiking saja. Ada tebing-tebing terjal yang hanya bisa dilalui dengan climbing. "Maka dari itu, kewaspadaan dan kesiagaan menjadi kunci dari perjalanan ini," tegas Pindi.

Usai mendengar arahannya, kami langsung bergegas menuju jalur trekking. Lokasinya berada tepat di belakang Camp Tewet. Perasaan was-was dan gembira bercampur aduk. Terlebih ketika melihat kabut tipis yang menyelimuti Kawasan Karim memudar.

Tebing-tebing karst yang tadinya bersembunyi, akhirnya menampakkan wujudnya. Pemandangan itu terlihat megah sekali.

Aroma harum kayu gaharu, tetesan embun di dedaunan, serta suara nyaring satwa liar yang terdengar saling bersahutan, membuat perjalanan ini terasa begitu menyenangkan.

Bahkan tanpa disadari, kami ternyata sudah berjalan sekira 30 menit dari titik awal. Tepat pada pukul 12.00 WITA, kami sudah sampai di level 1. Di sini kami diwajibakan memakai sabuk pengaman sebelum memanjat tebing.

Baca juga: Viral Puncak Seruni, Spot Wisata Baru untuk Nikmati Kemegahan Bromo

Pak Stephanus, salah satu Juru Pelihara Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat dengan sigap membantu kami memasang alat tersebut. Satu per satu rombongan mulai memanjat tebing vertikal dengan ketinggian sekira 4-5 meter.

Setidaknya ada dua tebing yang kami panjat sebelum sampai di rest area. Area berbentuk dataran ini sengaja disiapkan sebagai tempat beristirahat sebelum manjat ke Goa Tewet.

“Di sini kita istirahat dulu, sembari menurunkan suhu tubuh. Karena keringat dan uap dari tubuh kita bisa merusak gambar-gambar cadas,” kata Falent, perwakilan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Kalimantan Timur.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Kala itu cuaca sedang tidak bersahabat. Gumpalan awan hitam yang sedari tadi berkumpul di atas kepala kami akhirnya pecah juga.

Kami segera bergegas menuju mulut goa dengan kondisi medan yang licin. Alhasil, proses panjat tebing yang seharusnya bisa dilalui sekira 5 menit menjadi sedikit lebih lama.

Bukan tanpa alasan, meski dibantu tali temali, kami tetap harus berhati-hati mencari celah dan pijakan yang aman. Bila tidak, maka konsekuensinya hanya ada dua. Membentur tebing atau jatuh ke jurang.

Namun berkat perjuangan dan semangat pantang menyerah, seluruh rombongan berhasil melewati rintangan tersebut.

Rasa lelah pun terbayar lunas ketika melihat langit-langit goa dipenuhi gambar cap tangan merah kecokelatan dan ungu. Beberapa diantaranya sudah memudar, terutama pada bagian depan goa.

ilustrasi

Goa Tewet (Okezone.com/Dimas)

Selain itu, ada juga cap tangan berwarna pink, cap tangan dewasa, cap tangan anak-anak, imaji rusa, gecko, hingga sosok manusia. Semuanya terlihat indah sekali.

Menurut Pindi Setiawan, gambar-gambar cadas di Goa Tewet dan Sangkulirang secara keseluruhan, tak hanya terletak pada bentuk dan warnanya saja. Ada motivasi untuk membuat gambar-gambar yang diketahui telah berusia 40 ribu tahun tersebut.

“Keunikan paling jelas dari Sangkulirang adalah cat tangan yang diposisikan. Cat tangan itu tidak polos, tapi digabung-gabung. Saya menyebutnya jamak tapi tunggal. Ada yang dua tangan, tiga, bahkan ada yang sampai 6. Tapi jelas ada motivasi untuk menggambar tangan itu. Dan ini hanya ada di Sangkulirang, tidak ada di negara-negara lain,” jelas Pindi.

Setelah puas menikmati jejak-jejak pra sejarah itu, kami bergegas kembali ke camp sebelum matahari tenggelam di balik peraduannya. Esok hari, masih ada satu lagi petualangan yang menanti kami.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini