Share

Pusat Studi Pancasila UGM Minta Pemerintah Batalkan PP Standar Nasional Pendidikan

Tim Okezone, Okezone · Jum'at 16 April 2021 09:14 WIB
https: img.okezone.com content 2021 04 16 65 2395600 pusat-studi-pancasila-ugm-minta-pemerintah-batalkan-pp-standar-nasional-pendidikan-qxakHaF4Lg.jpg Sekolah tatap muka terbatas saat pandemi. (Foto: Okezone)

JAKARTA - Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang diundangkan pada tanggal 31 Maret 2021 dan sudah beredar di masyarakat luas.

PP 57/2021 menimbulkan pertanyaan berbagai kalangan khususnya mereka yang bergerak di bidang pendidikan karena pemerintah telah menghapus Pancasila sebagai pelajaran atau mata kuliah wajib yang biasanya disebut bersama dengan mata kuliah terkait dengan pendidikan karakter, moral dan kewarganegaraan termasuk agama.

Penghapusan Pendidikan Pancasila sejak diberlakukan UU Sisdiknas 2003 mengakibatkan generasi muda Indonesia paska reformasi kehilangan rujukan penting tentang hakikat hidup bernegara yang baik dan tepat. Fenomena bahwa generasi milenial, 85% dari mereka rentan terpapar radikalisme-terorisme sebagaimana temuan BNPT Desember 2020 kadang dianggap memberi indikasi mengenai dampak ikutan dari kebijakan ini.

Baca Juga: Bangun Public Awareness dengan Infografis, Mahasiswa UNS Menang di STATFEST 2021

Pendidikan, baik pada tingkat dasar dan menengah maupun tinggi, berkepentingan dengan pengembangan karakter, etika dan integritas pada anak didik. Pancasila menempati posisi penting, mengandung konten yang kaya dan secara historis bermakna dalam memberi sumbangan pembentukan imaginasi negara bangsa modern karena Pancasila adalah nilai moral dan basis pendidikan kewarnegaraan.

"Nilai moral" mengungkapkan atau mengekspresikan apa yang dianggap penting oleh warga negara dalam hidup mereka dan dalam kehidupan bersama orang-orang yang berbeda.

"Menghapus pendidikan Pancasila dalam standard kurikulum sebagai pelajaran dan mata kuliah wajib menimbulkan banyak pertanyaan mengenai penyebabnya," ujar Kepala Pusat Studi Pancasila UGM

Agus Wahyudi, Ph.D dalam siaran persnya yang diterima pada Jumat (16/4/2021) Tetapi dengan tidak disebutkannya Pancasila sebagai pelajaran atau mata kuliah wajib pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan tinggi dalam standard kurikulum pendidikan di PP 57/2021 memberikan petunjuk tentang tiadanya memberikan petunjuk tentang tiadanya penghargaan atas pengertian penting sejarah Pancasila bagi pembentukan identitas, dan cara hidup bersama yang terbaik sebagai warga negara.

Baca Juga: Dilema Pendidikan Tatap Muka vs Jarak Jauh, Bagaimana Solusinya?

Nah, berlatar belakang tersebut itulah maka Pusat Studi Pancasila UGM menyatakan bahwa:

1. Pendidikan sangat berkepentingan dalam pengembangan karakter, etika, dan integritas pada anak didik. Sementara Pancasila menempati posisi unik, mengandung nilai yang kaya akan sejarah dan bermakna dalam memberi sumbangan bagi pemikiran masa depan, karena Pancasila adalah nilai moral dan basis pendidikan kewarnegaraan. "Nilai moral" mengungkapkan apa yang dianggap penting oleh warga negara dalam hidup mereka dan kehidupan bersama orang orang yang berbeda.

2. Terbitnya PP 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan telah menghilangkan Pancasila sebagai materi dan muatan wajib kurikulum mulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Hal ini tertuang dalam pasal 40 ayat 2 dan 3 yang menyebutkan, kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi hanya wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

3. Konsideran mengingat PP 57/2021 tidak memuat dan merujuk sama sekali UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, tetapi hanya merujuk UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

"Sudah kita ketahui bersama bahwa dalam UU No. 20 tahun 2003 di Pasal 37, baik di ayat 1 untuk Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah, maupun ayat 2 untuk kurikulum Pendidikan Tinggi, tidak memuat secara khusus dan penyebutan secara eksplisit tentang Pendidikan Pancasila, " ujarnya.

4. Konsideran mengingat PP 57/2021 ini tidak merujuk prinsip lex specialis UU No.12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi dalam Pasal 35 ayat 3 butir c, yang secara jelas menyebutkan kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah Pancasila. Atau kalau mau merujuk UU No. 20 tahun 2003, di BAB I Ketentuan Umum dalam Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”.

5. Menghapus pendidikan Pancasila sebagai kurikulum wajib, apalagi hanya Pancasila saja yang dihapus merupakan tindakan yang berbahaya karena potensial mengubur Pancasila dalam upaya Pembudayaan Pancasila melalui jalur Pendidikan Nasional.

Secara politik, jika agama dan kewarganegaraan adalah penting dan diwajibkan, maka penghapusan Pancasila adalah menghapus landasan sebagai nilai moral. Maka hal ini akan membayakan bagi masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan pada latar belakang dan hasil konsultasi yang telah dilakukan Pusat Studi Pancasila UGM, maka diperoleh rekomendasi dan tindak lanjut sebagai berikut:

1. Pusat Studi Pancasila UGM meminta Pemerintah untuk membatalkan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan dan atau merevisi Pasal 40 muatan kurikulum di berbagai jenjang pendidikan.

2. Pusat Studi Pancasila UGM merekomendasikan untuk melakukan uji materi (judicial review) terhadap pasal-pasal yang tidak relevan dalam mendukung kemajuan pendidikan karakter bangsa yang tertuang UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

3. Pusat Studi Pancasila UGM mengajak segenap elemen bangsa, para relawan advokat/lawyer, para ahli untuk bahu membahu bersama dengan guru, dosen, pendidik, dan pegiat Pancasila di tanah air untuk bergabung mewujudkan uji materi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.

1
3

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini