BADAN Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat angka stunting atau gagal tumbuh pada anak, menduduki peringkat keempat di seluruh dunia. Meskipun, pada beberapa tahun terakhir ini angka tersebut sudah mengalami penurunan tajam.
Direktur Bina Akses Pelayanan Keluarga Berencana BKKBN, dr Zamhir Setiawan, M.Epid, menjelaskan, jumlah kasus stunting di Indonesia pada 2019 mencapai 27,6%. Angka ini berhasil ditekan dari 37,8% di 2013.
Namun, angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan toleransi maksimal stunting yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu kurang dari 20%. Bahkan, hingga akhir tahun status Indonesia masih berada di urutan 4 dunia dan urutan ke-2 di Asia Tenggara dengan kasus balita stunting tertinggi.
Kondisi stunting atau gagal tumbuh pada anak sangat terkait dengan gizi penduduk yang buruk dalam periode cukup panjang. Tanpa penanganan serius, akan semakin banyak penduduk dewasa dan menua dengan perkembangan kemampuan kognitif yang lambat, mudah sakit, dan kurang produktif.
Masa 1.000 hari pertama atau sekitar 3 tahun kehidupan sejak masih dalam kandungan merupakan masa penting perkembangan ketahanan gizi. Lebih dari 1.000 hari, maka dampak buruk kekurangan gizi akan sulit diobati. Kekurangan gizi pada ibu hamil pun menjadi faktor terjadinya stunting.
"Nutrisi memang mengambil peran penting yang perlu menjadi perhatian lebih bagi calon orangtua baik sejak masa perencanaan, kehamilan, hingga menyusui," tambah Sinteisa Sunarjo, Group Business Unit Head Woman Nutrition KALBE Nutritionals.
Penyebab tingginya kasus stunting di Indonesia, bukan hanya kurangnya gizi janin dalam kandungan ibu, tetapi juga sebagian kelahiran bayi di Indonesia sudah dalam kondisi kurang gizi, lalu dibesarkan juga dengan kurang zat gizi.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya