JAKARTA - Wabah menari sampai meninggal tercatat terjadi pada tahun 1518 dan seringkali disebut wabah teraneh. Hal ini lantaran banyaknya orang yang menari tanpa henti, sebagian bahkan dikatakan sampai meninggal dunia.
Melansir BBC, wabah ini bermula ketika Frau Troffea keluar rumahnya dan mulai menari pada Juli 1518 di Kota Strasbourg, Prancis.
Saat itu ia dikerumuni orang-orang yang merasa terhibur. Namun demikian, Frau menari tanpa bisa berhenti.
Baca Juga:
Mengintip Keindahan Pulau Bawah, Surga Wisata Tersembunyi di Kepulauan Anambas
Tragis, Pria Anti Vaksin Tewas Usai Sengaja Datang ke Pesta Corona
Dia diklaim menari selama 6 hari, namun malam harinya wanita ini beristirahat dan keesokan harinya ia kembali menari sampai kakinya berdarah.
Tak cuma Frau, terdapat 50-400 orang yang dilaporkan mengalami hal yang sama. Semakin hari semakin bertambah pula orang yang ikut menari.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya
Hingga pada akhirnya, menari massal menjadi hal yang menakutkan bagi kaum elite pengelola kota, salah satunya penulis Sebastian Brant, yang menulis Ship of Fools, tentang kebodohan tarian. Ia bersama anggota dewan kota lainnya berkonsultasi dengan dokter setempat.
Lantas, Brant mendiagnosis wabah tarian terjadi karena darah di bagian otak terlalu panas. Dokter menyarankan bahwa salah satu cara mengatasinya ialah dengan terus menari.
Untuk itu, pemerintah kota membuat tempat khusus bagi penari dan membuat panggung serta memanggil seorang musisi untuk para penari. Namun hal ini kian membuat parah situasi. Mereka semakin tak berhenti menari hingga beberapa orang tak sadarkan diri dan meninggal dunia.
Lebih lanjut, penari lantas dibawa ke kuil yang terletak di sebuah gua di perbukitan di atas Kota Saverne.
Penari diberikan sepatu merah untuk melindungi kaki yang telah berlumuran darah karena menari terus menerus. Mereka juga dituntun mengelilingi patung kayu, sebagai bagian dari ritual penebusan dosa.
Setelahnya, mereka tidak lagi menari terus menerus dan wabah menari masal pun telah usai. Ahli Sosiologi, Alan C Kerchkhof di bukunya berjudul Mass psychogenic illnes: A Social pyschological analysis tahun 1982 menjelaskan, wabah ini terjadi karena masalah psikologi terkait tekanan hidup. Misalnya kelaparan atau penyakit pada masa itu sehingga terjadi histeria massal. Teori lainnya menyatakan, penyebab terjadinya karena penari keracunan makanan jamur yang mengandung LSD.