Share

Mengenal Imam Mazhab: Abu Hanifah sang Ulama Besar yang Berasal dari Pasar

Tim Okezone, Jurnalis · Senin 17 Januari 2022 13:01 WIB
https: img.okezone.com content 2022 01 17 614 2533355 mengenal-imam-mazhab-abu-hanifah-sang-ulama-besar-yang-berasal-dari-pasar-2EyBZOvBNp.jpg Ilustrasi mengenal imam mazhab Abu Hanifah. (Foto: Baztab)
A A A

MENGENAL imam mazhab hendaknya diketahui setiap Muslim. Diketahui bahwa imam mazhab ada empat, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad. Semuanya berusaha mengikuti petunjuk Alquran dan As-Sunnah.

Kali ini akan coba dibahas secara singkat biografi salah satu imam mazhab yakni Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah adalah akar pangkal transmisi keilmuan hukum Islam (fiqih).

Baca juga: Aneh! Abu Nawas Dapat Banyak Uang dari Balsam yang Digosok ke Gajah 

Dikutip dari nu.or.id, Senin (17/1/2022), Ustadz Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumnus Ma’had Aly Situbondo, dan pendiri Komunitas Lingkar Ngaji Lesehan di Lombok, menerangkan Imam Abu Hanifah yang bernama asli Nu’man bin Tsabit bin Zutha adalah seorang ulama besar pendiri mazhab Hanafi. Ia termasuk imam mazhab pendahulu di antara tiga mazhab muktabar lainnya (mazhab Maliki, mazhab Syafi’i, dan Hanbali).

Beliau lahir di Kota Kufah, Irak, pada tahun 80 Hijriah, bertepatan dengan tahun 699 Masehi, dan wafat di Baghdad pada 150H atau tahun 767M.

Mengutip Muhammad Ali As-Sayyis dalam 'Tarikh al-Fiqih al-Islami (halaman 104)', nama Imam Abu Hanifah masuk daftar atba’ at-tabi’in (pengikut para tabiin), generasi ketiga setelah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam. Sebab, kabarnya ia hanya sempat semasa —walaupun tak lama— dengan empat orang sahabat: Anas bin Malik yang tinggal di Bashrah, Abdullah bin Abi Aufa di Kufah, Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi di Madinah, dan sahabat Abu Thufail Amir bin Watsilah di Makkah. Tapi sayang, tak satu pun pernah ditemuinya.

Sedangkan dalam riwayat lain –kendati tergolong lemah– Imam Abu Hanifah masuk daftar tabiin, santrinya para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam. Sebab menurut riwayat ini, ia pernah bertemu dengan sahabat Anas bin Malik, dan meriwayatkan satu hadis tentang kewajiban menuntut ilmu darinya.

Ditambah lagi pada tahun 96H, Nu’man remaja pernah dibawa ayahnya menunaikan ibadah haji. Saat di Masjidil Haram, ia sempat bertemu dengan seorang sahabat bernama Abdullah bin al-Harst bin Juzu’ az-Zabidi, dan berhasil meriwayatkan satu hadis lagi.

Baca juga: Hafizul Quran Taqy Malik Lelang Jam Tangan Rp1,1 Miliar untuk Bangun Masjid, Dimenangkan Juragan 99 

Tanah Kufah menjadi tempat tinggal terlama bagi Imam Abu Hanifah. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di sana. Sebelum masuk ke dunia santri, putra Nu’man ini adalah seorang wiraswasta. Hari-harinya selalu di pasar, membantu sang ayah berjualan sutra. Ketika di rumah, ia sibuk memikirkan bagaimana memproduksi kain-kain sutra pilihan. Karena itu, wajar dirinya dikenal sebagai ulama sekaligus pengusaha.

Setelah sekian lama menjadi wiraswasta, bahkan sampai menghabiskan separuh masa mudanya, Imam Abu Hanifah pun akhirnya bertolak dari dunia pasar menuju dunia intelektual atas saran seorang ulama bernama As-Sya’bi. Wajar saja bila dia termasuk satu dari sekian ulama yang telat belajar. Namun, hal itu bukan persoalan besar di mata Abu Hanifah. Berkat ketekunan dan kecerdasan yang dimiliki, Beliau mampu mengalahkan orang-orang yang belajar jauh sebelum dirinya.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Guru-Guru Imam Abu Hanifah

Setelah memutuskan untuk mengikuti saran As-Sya’bi, meninggalkan hiruk-pikuk dunia perdagangan dan mencurahkan lebih banyak simpati kepada para ulama, ‘santri baru’ itu sudah mulai jarang tampak di pasar. Ia mulai menjauh dari kebisingan di tempat itu. Walaupun, sesekali juga menyempatkan diri menyambangi para pelanggan setia dan teman-temannya di sana. Tapi itu bisa dihitung jari. Dalam sepekan, mungkin sekali atau bahkan tidak sama sekali. Kesehariannya sibuk dengan mengaji, menghadiri halakah demi halakah para ulama di Kufah.

Di antara para ulama, tempat simpuh Abu Hanifah mengambil hadis adalah imam ‘Atha’ bin Abi Rabah, imam Nafi’ (mantan budaknya Ibnu Umar), Imam Qatadah, dan Syekh Hammad bin Abi Sulaiman (tempat mulazamah terlama, selama 18 tahun).

Dari syekh Hammad ini pula, ia belajar fiqih secara mendalam dengan transmisi keilmuan yang sampai kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam. Sebab, gurunya itu merupakan murid dari Ibrahim al-Nakha’i dan al-Sya’bi, yang mana keduanya adalah santri tiga ulama besar: Imam Al-Qhadli, Alqamah bin Qais, dan Masruq bin Ajda’. Mereka semua belajar fikih kepada Abdullah bin Mas’ud dan Imam Ali bin Abi Thalib, gerbang keilmuan baginda Nabi. Keterangan ini ditulis oleh Muhammad Ali as-Sayyis dalam Tarikh al-Fiqih al-Islami (halaman 104).

Baca juga: Hentikan Pemberangkatan Jamaah Umrah, Kemenag Lakukan Evaluasi 

Baca juga: Terungkap Sosok Guru Ngaji yang Jenazahnya Utuh dan Harum meski 17 Tahun Dikubur 

Kisah Teladan Imam Abu Hanifah

Suatu ketika Jubarah bin al-Mughallis bercerita tentang dirinya yang pernah mendengar Qais bin ar-Rabi’ memuji Imam Abu Hanifah. Qais berkata:

كان أبو حنيفة ورعا تقيا مفضلا على إخوانه

Artinya: "Abu Hanifah adalah seorang amat warak dan benar-benar taat beragama, ia juga gemar menebar kebaikan kepada sesama."

Sebenarnya ada banyak pengakuan serupa terkait kewarakan Imam Nu’man bin Tsabit. Pengakuan itu juga muncul dari orang-orang elite, sekelas Imam As-Syafi’i, Imam Malik, dan seterusnya. Belum lagi pengakuan yang muncul dari para murid dekatnya; orang-orang yang langsung mengaji, satu majelis dengan Abu Hanifah. Seperti imam Abu Yusuf al-Hanafi (wafat 183 H) dan Muhammad bin al-Hasan as-Syaibani (wafat 198 H).

Di antara kisah teladan Imam Abu Hanifah yang ditulis Imam Al-Hafidh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman ad-Dzahabi (wafat 748H) dalam bukunya Manaqib al-Imam Abi Hanifah wa Shahibaihi; Abu Yusuf wa Muhammad bin al-Hasan (halaman 41), yaitu saat Abu Hanifah menyedekahkan hasil penjualan baju yang dinilainya syubhat.

Baca juga: Hukum Baca Alquran tapi tidak Menutup Aurat, Ini Kata Ustadz Ammi Nur Baits 

Suatu ketika, ulama yang juga wiraswasta itu meminta salah seorang rekan usahanya yang bernama Hafsh untuk menjual baju komoditas miliknya. Tapi sayang, barang yang hendak dijual itu tidak utuh, terdapat cacat pada bagian baju tersebut. Karena itu, Abu Hanifah berpesan:

إنّ في ثوب كذا عيبا فإذا بعته فَبَيِّن

Artinya: "Di baju ini terdapat cacat, kalau ada yang ingin membelinya, beri tahulah dahulu di mana bagian cacatnya."

Namun, Hafsh ini malah lupa pesan Imam Abu Hanifah. Ia langsung menjual baju itu tanpa menunjukkan celanya. Sedangkan untuk menemukan si pembeli tadi sudah tidak mungkin. Bayangkan saja di tengah pasar yang sangat ramai, dipadati orang-orang tak dikenal datang dari segala penjuru.

Baca juga: Viral Gadis Cantik Tetap Setor Hafalan Alquran ke Ibunya meski Lagi Main, Netizen: Keren Maksimal 

Mengetahui hal itu, Imam Abu Hanifah langsung menyedekahkan uang hasil penjualan baju tersebut. Hebatnya lagi, ia tidak marah atas keteledoran tersebut. Jangankan sampai marah, komentar pun tidak. Bahkan, Imam Abu Hanifah menyikapinya dengan senyum ramah. Sungguh luar biasa, ia mampu meneladani akhlak baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam.

Wallahu a'lam bishawab.

1
3

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini