PERSAINGAN Abu Nawas dan Raja Harun Al Rasyid masih terus terjadi. Terkadang aksi mereka justru menimbulkan kejadian lucu. Seperti dalam kisah Abu Nawas yang mendapat titah Raja menangkap harimau berjenggot ini.
Suatu ketika Raja memerintahkan hal yang tidak masuk akal kepada Abu Nawas. Parahnya, jika permintaan itu tidak dituruti bisa berabe bagi Abu Nawas. Begitu juga yang terjadi pada hari itu.
"Hai Abu Nawas," seru Raja Harun Al Rasyid.
"Sekarang juga kamu harus dapat mempersembahkan kepadaku seekor harimau berjenggot. Jika gagal, kamu akan dihukum mati," tegas Raja.
Bila sudah begitu, Abu Nawas hanya bisa menatap lantai. Dia menyadari Raja sedang keluar bencinya kepada dirinya. Dari bentuk mulut dan intonasinya ketika mengucapkan kalimat itu jelas betapa Raja sedang kesal dengan Abu Nawas.
"Baik, tuanku Syah Alam," jawab Abu Nawas mau tidak mau.
"Semua perintah Baginda Raja akan hamba laksanakan. Tapi untuk yang satu ini hamba mohon waktu delapan hari," lanjut Abu Nawas meminta kelonggaran.
"Baik," kata Raja menyetujuinya.
Pulanglah Abu Nawas ke rumah. Sepertinya dia sudah menangkap gelagat bahwa Raja sangat marah kepadanya, dicarinya akal supaya dapat mencelakakan dirinya.
"Ini perkara serius," pikir Abu Nawas gelisah, "Kali ini aku juga harus berhati-hati."
Sesampainya di rumah, dipanggilnya empat tukang kayu dan disuruhnya membuat kandang macan. Hanya dalam waktu tiga hari kandang itu pun siap sudah. Kepada istrinya, Abu Nawas berpesan agar menjamu orang berjenggot yang datang ke rumah.
"Apabila adinda dengar kakanda mengetuk pintu kelak, suruh dia masuk ke kandang itu," kata Abu Nawas sambil menunjuk kandang tersebut.
"Baik," kata sang istri.
Abu Nawas kemudian bergegas pergi ke mushola dengan membawa sajadah. "Hai Abu Nawas, tumben sholat di sini?" tanya imam mushola dan seorang penghulu di sana.
"Sebenarnya saya mau menceritakan hal ini kepada orang lain, tapi kalau tidak kepada Anda selaku penghulu, kepada siapa lagi saya mengadu," jawab Abu Nawas.
"Tadi malam saya ribut dengan istri, itu sebabnya saya tidak mau pulang ke rumah," ucap Abu Nawas berdalih.
"Pucuk dicinta, ulam tiba," pikir penghulu itu.
"Kubiarkan Abu Nawas tidur di sini dan aku pergi ke rumah dia menemui istrinya. Sudah lama aku menaruh hati kepada perempuan cantik itu," otak nakal penghulu itu mulai berandai-andai.
"Hai, Abu Nawas, bolehkah aku menyelesaikan perselisihan dengan istrimu itu?"
"Silakan," jawab Abu Nawas.
"Hamba sangat berterima kasih atas kebaikan hati tuan penghulu," lanjutnya.
Maka pergilah penghulu ke rumah Abu Nawas dengan hati berbunga-bunga, dan dengan wajah berseri-seri diketuknya pintu rumah Abu Nawas. Begitu pintu terbuka, ia langsung mengamit istri Abu Nawas dan diajak duduk bersanding.
"Hai Adinda. Apa gunanya punya suami jahat dan melarat. Lagi pula Abu Nawas hidupnya tidak keruan. Lebih baik kamu jadi istriku. Kamu dapat hidup senang dan tidak akan kekurangan suatu apa pun," rayunya.
"Baiklah kalau keinginan tuan demikian," jawab istri Abu Nawas polos-polos saja.
Tidak berapa lama kemudian terdengar pintu diketuk orang. Ketukan itu membuat penghulu belingsatan.
"Ke mana aku harus bersembunyi," tanyanya kepada istri Abu Nawas.
"Tuan penghulu, silakan bersembunyi di dalam kandang itu," ujar istri Abu Nawas lalu menunjuk kandang yang terletak di dalam kamar Abu Nawas.
Tanpa pikir panjang lagi penghulu itu masuk ke kandang tersebut dan menutupnya dari dalam. Sedangkan istri Abu Nawas segera membuka pintu, sambil menengok ke kiri-kanan.
Abu Nawas masuk ke rumah. "Hai Adinda, apa yang ada di dalam kandang itu?" tanya Abu Nawas.
"Tidak ada apa-apa," jawab istrinya.
"Apa putih-putih itu?" tanya Abu Nawas, lalu dilihatnya penghulu itu gemetar karena malu dan ketakutan.
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya