Share

Hukum, Waktu, dan Cara Membaca Ta'awudz, Muslimin Wajib Tahu

Tim Okezone, Jurnalis · Rabu 23 Februari 2022 14:14 WIB
https: img.okezone.com content 2022 02 23 330 2551792 hukum-waktu-dan-cara-membaca-ta-awudz-muslimin-wajib-tahu-U7aSTvnOIV.jpg Ilustrasi hukum, waktu, dan cara membaca ta'awudz. (Foto: Shutterstock)
A A A

HUKUM, waktu, dan cara membaca ta'awudz wajib diketahui setiap Muslim. Ini supaya tidak salah mengucapkannya serta meraih keutamaan besar di balik amal salih tersebut.

Dikutip dari nu.or.id, Kaprodi Ilmu Alquran dan Tafsir IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo serta Dai PCINU Korea Selatan Mohammad Fathurrozi menjelaskan ta'awudz dikenal juga sebagai isti'adzah.

Baca juga: Mengenal Ahlussunnah Wal Jamaah, Satu-satunya Golongan yang Selamat dari Api Neraka 

Secara bahasa isti'adzah berarti doa untuk memohon perlindungan dan penjagaan. Secara istilah isti'adzah adalah kalimat yang dimaksudkan untuk memohon perlindungan dan penjagaan Allah Subhanahu wa ta'ala dari bisikan dan godaan setan.

Redaksi isti'adzah yang paling populer dan unggul menurut jumhur ulama dan praktisi ahli qira'at adalah (أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ) karena sesuai dengan nash Alquran dan sunah. Dalam Alquran tertera pada Surat An-Nahl Ayat 98, (فإِذَا قَرَأْتَ اْلقُرْأَنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ).

Sedangkan dalam hadis yaitu diriwayatkan oleh Nafi’ dari Jubair bin Mut’im dari bapaknya dari Nabi Shallallahu 'alaihi wassallam, "Sesungguhnya Beliau membaca isti'adzah sebelum membaca Alquran persis seperti lafaz di atas (أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ)."

Para ulama sepakat bahwa isti'adzah bukan bagian dari Alquran. Meski demikian, jumhur ulama menganjurkan bagi orang yang hendak membaca Alquran untuk membacanya, baik ketika membaca di awal surat atau pertengahan surat.

Tapi sebagian riwayat menyatakan bahwa anjuran tersebut tidak sekadar anjuran yang bersifat tanpa tuntutan, namun anjuran yang bersifat keharusan, yaitu wajib.

Baca juga: Simak! Ini Hukum Menimbun Barang dalam Fiqih Jual Beli 

Hukum Membaca Isti'adzah

Mengenai hukum membaca isti'adzah para ulama berbeda pendapat. Hal ini didasarkan pada kalimat perintah (amr) yang terdapat dalam ayat 98 Surat An-Nahl (فَاسْتَعِذْ بِاللهِ). Menurut jumhur ulama dan para ahli qira'at, kalimat amr (perintah) dalam ayat tersebut mengindikasikan arti sunah, maka tidak berdosa bagi orang yang tidak membaca isti'adzah. Sebab tidak ada tuntunan dari Nabi yang mengharuskan untuk membaca isti'adzah. Meskipun Nabi mengajarkan cara baca mengenai isti'adzah namun hal tersebut tidak diharuskan. Pendapat ini kemudian oleh banyak kalangan dianggap seperti ijma’.

Sedangkan menurut sebagian ulama, membaca isti’adhah hukumnya wajib karena kalimat perintah dalam ayat di atas menunjukkan arti yang hakiki, yaitu harus dilaksanakan dan tidak ada petunjuk yang dapat mengubah perintah tersebut. Menurut Ibnu Sirin kewajiban ini hanya cukup sekali seumur hidup. Oleh karena itu, apabila seorang telah membaca isti’adzah sekali saja dalam hidupnya, maka gugurlah kewajiban tersebut.

Namun Imam Fakhruddin al-Razi bersikukuh berpendapat bahwa secara tekstual ayat tersebut menunjukkan perintah yang harus dilaksanakan. Menurutnya, hal ini diperkuat bahwa Nabi tidak pernah meninggalkan membaca isti’adzah. Oleh karena itu, berdosalah bagi orang yang tidak membaca isti’adzah.

Selain itu, sebagian riwayat juga menyatakan bahwa kewajiban membaca isti’adzah ini hanya berlaku untuk Nabi, bukan untuk ummatnya.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Kapan Isti’adzah Dibaca?

Jika melihat ayat 98 Surat An-Nahl, maka membaca isti’adzah dilakukan setelah membaca Alquran, sebab menggunakan bentuk masa lampau (madhi). Namun demikian, menurut jumhur ulama bahwa membaca isti’adzah dilakukan sebelum membaca Alquran. Hal ini dianalogikan dengan ayat 6 Surat Al Maidah tentang wudhu’, meskipun dalam ayat di atas berbentuk masa lampau (madhi), kandungan artinya bermakna akan datang (mustaqbal), sebagaimana dalam ayat berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ

"Jika engkau hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah wajahmu."

Meski demikian, ada yang berpendapat bahwa membaca isti'adzah dilakukan setelah membaca Alquran, karena melihat pada dhahir teks ayat. Untuk mengetengahkan pendapat yang saling berseberangan di atas, ada yang berpendapat, sebaiknya isti’adzah dibaca sebelum dan sesudah membaca Alquran, karena untuk momohon penjagaan dari hal-hal yang buruk sebelum membaca dan menghilangkan rasa ujub ketika selesai membaca. Oleh karena itu, membaca isti’adzah dilakukan sebelum membaca Alquran, karena sesuai petunjuk Nabi ketika menerima dari Jibril dan kemudian diajarkan kepada Ibnu Mas’ud.

Baca juga: Doa saat Harapan Terwujud: Arab, Latin, Arti, hingga Keutamaannya 

Mengeraskan atau Merendahkan Suara?

Sebagaimana dijelaskan bahwa seluruh ulama sepakat bahwa isti’adzah bukan bagian dari ayat Alquran. Berangkat dari pernyataan itu, apakah boleh mengeraskan suara saat membaca isti’adzah, sementara ia bukan bagian dari ayat Alquran?

Para ulama berbeda pendapat tentang cara membaca isti’adzah. Sebagian ulama ada yang memilih untuk mengeraskan bacaan isti’dzah dan ada pula yang memilih untuk merendahkannya. Adapun sebagian besar ulama qira’at memilih untuk mengeraskan suara ketika membaca isti’adzah, kecuali Imam Nafi’ dan Imam Hamzah yang memilih untuk merendahkan suara ketika membacanya.

Dari perbedaan di atas, Imam Khalaf al-Husainiy menjelaskan bahwa mengeraskan atau merendahkan suara saat membaca isti’adzah dapat dilakukan sesuai dengan kondisi tententu. Berikut penjelasannya. Seorang qari’ dianjurkan mengeraskan suara apabila:

- Membaca di hadapan orang yang menyimak bacaannya agar penyimak dapat memerhatikan secara saksama dan mengikuti bacaannya sejak awal

- Hendak memulai memperdengarkan bacaan kepada seorang guru, supaya seorang guru dapat memerhatikannya dan membenarkan jika terdapat kesalahan

- Tidak bermaksud untuk membaca Alquran dengan merendahkan suara

- Tidak dalam keadaan sholat, karena membaca bacaan dalam sholat dianjurkan untuk merendahkan suara.

Baca juga: Tidur dalam Keadaan Telanjang, Ini Hukumnya Menurut Syariat Islam 

Sehubungan dengan penjelasan tersebut, Imam Khalaf al Hasaniy bersenandung lewat bait syair:

إذَا مَا أَرَدْتَ الدَّهْرَ تَقْرَأُ فَاسْتَعِذْ ** وَبالْجَهْرِ عِنْدَ الْكُلِّ فِى الْكُلِّ مُسْجَلاً بشَرْطِ اسْــتِمَاعٍ وَابْتِدَاءِ دِرَاسَةٍ ** وَلاَ مُـخْفِيًا أَوْ فىِ الصَّلاَةِ فَفَصَّـــلاَ

Sementara merendahkan suara dianjurkan apabila:

- Seorang qori’ bermaksud membaca dengan suara rendah, baik dalam suatu majlis atau sendirian

- Tidak dalam keramaian, baik hendak membaca dengan suara rendah atau tinggi

- Jika berada dalam sholat, baik sholat jahriyah maupun sirriyah

- Membaca ketika berada di tengah-tengah jamaah yang belajar Alquran. Misalnya, membaca bergiliran dalam maqra’ah (majelis penghafal Alquran).

Wallahu a'lam bishawab.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini