Share

Catat! Ini Perbedaan Syariah dan Fiqih dalam Ajaran Islam

Tim Okezone, Jurnalis · Rabu 23 Februari 2022 15:05 WIB
https: img.okezone.com content 2022 02 23 330 2551806 catat-ini-perbedaan-syariah-dan-fiqih-dalam-ajaran-islam-i82Qn0O5kY.jpg Ilustrasi perbedaan syariah dan fiqih dalam ajaran Islam. (Foto: Freepik)
A A A

PERBEDAAN syariah dan fiqih wajib diketahui setiap Muslim. Diawali dengan definisi syariat. Imam Abu Muhammad Ali bin Hazm dalam kitab Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam, Beirut: Darul Afaq, 2001 M, juz III, halaman 137, menjelaskan:

وأما الشريعة فهي أن يأتي نص قرآن أو سنة أو نص فعل منه عليه السلام أو إقرار منه عليه السلام أو إجماع

"Syariat ialah jika terdapat teks yang jelas (tidak multitafsir) dari Alquran, teks sunah (hadis), teks yang didapat dari perbuatan Nabi Shallallahu alaihi wassallam, teks yang didapat dari taqrir Nabi Shallallahu alaihi wassallam, dan ijma’ para sahabat." (Ibnu Hazm, Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam, Beirut, Darul Afaq, 2001 M, juz III, halaman 137)

Baca juga: Mengenal Ahlussunnah Wal Jamaah, Satu-satunya Golongan yang Selamat dari Api Neraka 

Bisa dipahami dari keterangan ini bahwa yang disebut sebagai syariat ialah segala tuntunan yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala kepada manusia baik dalam bidang akidah, amaliah, (perbuatan fisik), dan akhlak. Sumber dari tuntunan tersebut bisa didapatkan dari teks yang terdapat dalam Alquran, hadis Nabi Shallallahu alaihi wassallam, dan ijma’ para sahabat. Demikian dikutip dari nu.or.id.

Hadis Nabi Shallallahu alaihi wassallam sendiri terbagi atas tiga. Ada kalanya yang berupa ucapan, yang berupa contoh perbuatan yang dilakukan oleh Nabi, dan yang berupa taqrir, yakni kondisi ketika ada sebuah perkataan atau perbuatan yang dilakukan di hadapan Nabi, dan ia mendiamkannya. Diam Rasulullah adalah bentuk dari persetujuan karena pada prinsipnya mustahil Nabi mendiamkan kemaksiatan berlaku di hadapannya.

Teks-teks ini bukanlah semuanya, tetapi hanya berlaku pada yang bersifat nash, artinya teks yang pemahamannya jelas dan tidak multitafsir atau mengundang kontroversi.

Lain halnya dengan fiqih. Pengertian fiqih sebagaimana dijelaskan oleh Imam Abul Hasan Al-Amidi dalam Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam:

العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية

"(Fikih ialah) pengetahuan tentang hukum-hukum syariat amaliah yang didapat dari dalil-dalilnya yang terperinci." (Lihat Saifuddin Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam, Beirut, Al-Maktabul Islami, 2004 M, juz I, halaman 5)

Baca juga: Simak! Ini Hukum Menimbun Barang dalam Fiqih Jual Beli 

Dari penjelasan ini dipahami bahwa fiqih berlaku pada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan amaliah atau perbuatan manusia, yang pemahaman hukumnya didapatkan dari sumber hukum melalui serangkaian proses ijtihad.

Karena didapatkan melalui proses ijtihad, maka sama sekali tidaklah mengherankan jika terdapat perbedaan pendapat antara satu pemikiran dan pemikiran lainnya.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Dari penjelasan tentang pengertian syariat dan fiqih di atas, ada beberapa poin yang bisa kita pahami.

Pertama, objek kajian syariat sifatnya lebih umum karena mencakup akidah, perbuatan, dan akhlak manusia. Sedangkan fiqih hanya berlaku pada amaliah perbuatan manusia, tidak membahas persoalan akidah dan akhlak.

Baca juga: Doa saat Harapan Terwujud: Arab, Latin, Arti, hingga Keutamaannya 

Kedua, sifat "keniscayaan" hanya berlaku pada syariat karena memang hakikat syariat ialah taken for granted atau diterima begitu saja sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Allah. Sedangkan fiqih tidak memiliki keniscayaan semacam itu karena merupakan produk dari ijtihad masing-masing mujtahid.

Perbedaan pendapat pasti ada dalam memutuskan sebuah hukum fiqih, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam tidak mempermasalahkan hal tersebut karena beliau menganggap keduanya sebagai sesuatu yang bisa membuahkan pahala sebagaimana hadis yang dikutip oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahihul Bukhari, Beirut, Darul Fikr, 2000 M, juz IX, halaman 108, nomor hadis 7352:

إِذَا حَكَمَ الحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ

"Apabila seorang hakim menghukumi, kemudian ia berijtihad dan benar, maka baginya dua pahala. Apabila dia menghukumi, kemudian berijtihad dan salah, maka baginya satu pahala."

Ketiga, syariat bersifat menyeluruh. Artinya, syariat berlaku bagi manusia siapa pun, di mana pun dan kapan pun. Sedangkan fiqih tidak demikian.

Baca juga: Tidur dalam Keadaan Telanjang, Ini Hukumnya Menurut Syariat Islam 

Dapat diambil contoh sederhana syariah dan fiqih. Kewajiban sholat itu merupakan syariah. Siapa pun, di mana pun, dan kapan pun, seseorang wajib melaksanakan sholat, tetapi untuk persoalan apa baju yang dipakai saat sholat, apa saja bacaannya, dan lain-lain, hal itu merupakan bahasan fiqih yang tentu saja ada berbagai macam beda pendapat.

Demikian pemaparan tentang perbedaan syariah dan fiqih. Wallahu a'lam bissawab.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini