NIAT mandi Idul Fitri ternyata sangat ingin diketahui banyak orang. Niat cukup diungkapkan dalam hati saja. Para ulama mengatakan bahwa di antara fungsi niat adalah untuk membedakan manakah yang menjadi kebiasaan dan manakah ibadah.
Dalam hal mandi tentu saja mesti dibedakan dengan mandi biasa. Pembedanya adalah niat. Dalam hadits dari ‘Umar bin Al Khattab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
"Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya." (HR Bukhari nomor 1 dan Muslim nomor 1907)
Baca juga: Gara-Gara Ditantang Kakak Ipar, Virgoun Mantap Jadi Mualaf Dibimbing Syekh Ali Jaber
Mandi Idul Fitri
Mandi ketika hari raya Lebaran tersebut memang disunahkan. Dalil tentang hal ini adalah hadis sahabat Al Faakih bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ وَيَوْمَ عَرَفَةَ وَكَانَ الْفَاكِهُ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالْغُسْلِ فِى هَذِهِ الأَيَّامِ.
"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mandi di hari Idul Fitri, Idul Adha, dan hari Arafah, dan Al Faakih sendiri selalu memerintahkan keluarganya untuk mandi pada hari-hari itu." (HR Ibnu Majah nomor 1316)
Juga hadis dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الأَضْحَى.
"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam biasa mandi pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha." (HR Ibnu Majah nomor 1315)
Kedua hadis tersebut dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunann-nya. Namun, kedua hadis tersebut lemah (dho’if). Hadits pertama dari Al Faakih bin Sa’ad, di dalamnya terdapat perawi yang bernama Yusuf bin Khalid bin ‘Umair. Yahya bin Ma’in mengatakan bahwa ia pendusta. Adz-Dzahabi dan Ibnu Hajar Al Asqolani menyatakan ia matruk (mesti ditinggalkan).
Baca juga: Ini Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri Sesuai Sunah
Hadis pertama ini pun dinyatakan dho’if oleh Ibnul Mulaqqin, Ibnu Hajar Al Asqolani, Adz-Dzahabi, dan dinyatakan maudhu’ (palsu) oleh Syaikh Al Albani.
Adapun hadis Ibnu ‘Abbas terdapat dua orang perawi yang dinilai dho’if oleh Ibnu Hajar yaitu Juabarah bin Al Mughallis dan Hajjaj bin Tamim. Hadis Ibnu ‘Abbas ini dinilai dho’if oleh An Nawawi, Al Mizzi, Adz-Dzahabi, Ibnul Mulaqqin, dan Ibnu Hajar Al Asqolani.
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya