Share

Hukum Mengonsumsi Makanan di Daerah Mayoritas Nonmuslim

Novie Fauziah, Jurnalis · Kamis 14 Juli 2022 09:03 WIB
https: img.okezone.com content 2022 07 14 330 2629283 hukum-mengonsumsi-makanan-di-daerah-mayoritas-nonmuslim-6HMivyAJ6U.jpg Ilustrasi hukum mengonsumsi makanan di daerah mayoritas nonmuslim. (Foto: Freepik)
A A A

HUKUM mengonsumsi makanan di daerah mayoritas nonmuslim penting untuk diketahui. Pasalnya setiap daerah di Indonesia maupun luar negeri tidak semua ditinggali mayoritas Muslim. Artinya bagi umat Islam harus memastikan makanan yang dikonsumsi halal.

Lantas, apa hukum mengonsumsi makanan di daerah mayoritas nonmuslim? Apakah diperbolehkan?

Dihimpun dari laman Kementerian Agama (Kemenag) Bali, pernah suatu hari Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam diundang oleh bangsa Yahudi ke kediamannya. Lalu Rasulullah pun tetap datang untuk menghormati undangan tersebut, meskipun yang mengundangnya nonmuslim.

Dari Ahmad, sebagaimana Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam bersabda, "Sesungguhnya ada seorang yahudi mengundang Nabi Shallallahu alaihi wassallam untuk bersantap roti gandum dengan acar hangat dan Nabi Shallallahu alaihi wassallam pun memenuhi undangan tersebut." (HR Ahmad)

Maka hal itu menunjukkan bahwa menerima undangan dari nonmuslim dan mengonsumsi makanannya hukumnya diperbolehkan dan halal untuk dikonsumsi. Selama makanan atau minuman yang disajikan tidak ada unsur haram dan dilarang oleh agama Islam.

Sementara dilansir nu.or.id, haram mengonsumsi daging yang berada di daerah yang tidak diketahui orang yang menyembelihnya. Dikarenakan dalam hal ini, daging tersebut sangat berpeluang disembelih oleh nonmuslim yang bukan ahli kitab. Ketentuan ini sebagaimana dijelaskan dalam referensi berikut:

(وَإِنْ وَجَدَ قِطْعَةَ لَحْمٍ فِيْ إِنَاءٍ) أَوْ خِرْقَةٍ (بِبَلَدٍ لَا مَجُوْسَ فِيْهِ فَطَاهِرَةٌ أَوْ) وَجَدَهَا (مَرْمِيَّةً) مَكْشُوْفَةً (أَوْ) فِيْ إِنَاءٍ أَوْ خِرْقَةٍ (وَالْمَجُوْسُ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ فَنَجَسَةٌ)

Artinya: "Ketika ditemukan potongan daging pada sebuah cawan atau sobekan kain di wilayah yang tidak dihuni oleh orang majusi, maka daging tersebut dihukumi suci. Sedangkan ketika daging tersebut ditemukan dalam keadaan dilempar (dibagikan) atau pada cawan atau sobekan kain di wilayah yang mana orang majusi berada di antara orang muslim, maka daging tersebut dihukumi najis (haram dikonsumsi)." (Syekh Zakaria al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz I, halaman 132) 

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Kemudian apabila disembelih oleh selain muslim dan ahli kitab, maka daging hewan tersebut dihukumi haram. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa ta'ala:

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ

Artinya: "Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) ahli kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka." (QS Al Maidah: 5)

Sementara itu ahli kitab yang dimaksud, yakni dalam firman di atas merujuk pada pemeluk agama Yahudi dan Nasrani. Mengenai perincian kategori orang Yahudi dan Nasrani yang halal sembelihannya, para ulama mazhab terjadi perbedaan pendapat.

Wallahu a'lam bisshawab

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini