Share

Derita Warga Sri Lanka yang Harus Tahan Lapar karena Harga Pangan Meroket

Susi Susanti , Okezone · Selasa 19 Juli 2022 16:17 WIB
https: img.okezone.com content 2022 07 19 18 2632421 derita-warga-sri-lanka-yang-harus-tahan-lapar-karena-harga-pangan-meroket-nbCOGdkw1t.jpg Derita warga Sri Lanka yang harus tahan lapar akibat harga pangan meroket (Foto: AFP)
A A A

KOLOMBO – Masalah krisis ekonomi yang membelit Sri Lanka sangat berdampak besar pada warganya. Mereka harus mengalami penderitaan kelaparan, pemadaman listrik, masalah bahan bakar minyak (BBM) dan lainnya.

Seperti yang dialami Milton Pereira. Rambutnya disisir rapi tapi pipinya cekung dan urat-uratnya terlihat di tubuhnya yang kurus. Seperti banyak orang Sri Lanka, keluarganya tidak mampu membeli makanan yang cukup.

Selama krisis ekonomi terburuk di negara itu, yang telah mendorong inflasi yang merajalela dan memicu protes yang pekan lalu menjatuhkan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa, orang-orang Sri Lanka membeli lebih sedikit, makan lebih sedikit, dan bekerja lebih sedikit.

Baca juga: Dominasi Keluarga Rajapaksa Selama 20 Tahun Runtuh Seiring Ambruknya Ekonomi Sri Lanka 

"Sangat sulit untuk hidup, bahkan sepotong roti pun mahal," kata Pereira kepada AFP di luar rumahnya yang sederhana di Slave Island (Pulau Budak), sebuah wilayah ‘kantong miskin’ di ibu kota Kolombo.

 Baca juga: Kemlu RI: WNI Diimbau Hindari Unjuk Rasa di Sri Lanka

"Jika kita makan satu, kita melewatkan yang lain,” lanjutnya.

Dengan enam anak dalam keluarga, pria berusia 74 tahun itu mengatakan yang terbaik yang mereka mampu beli dalam beberapa pekan terakhir adalah sesekali ikan yang dipotong kecil-kecil untuk semua orang.

“Karena kami tidak punya banyak uang, terkadang kami memberikan ikan kepada anak-anak,” katanya.

“Orang dewasa, hanya makan kuahnya,” ujarnya.

Putra Peirera, BG Rajitkumar, adalah buruh listrik yang sudah berbulan-bulan tidak bekerja.

“Harga pangan naik setiap hari,” katanya.

"Kenaikan harga eksponensial ini adalah hal paling mengerikan yang pernah saya hadapi,” lanjutnya.

Di Pulau Budak - daerah yang dinamai berdasarkan pos pementasan yang digunakan Portugis untuk budak dari Afrika selama periode kolonial - Pereira memiliki sedikit harapan.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

"Gota (panggilan Presiden Sri Lanka) sudah pergi, tapi tidak ada calon yang bisa membawa kita keluar dari kondisi yang mengerikan ini," katanya.

"Politisi terpecah. Jadi akan bertambah buruk, apa lagi yang bisa terjadi?",” tanyanya.

Para kritikus mengatakan kesengsaraan keuangan negara itu dipicu oleh pandemi virus corona dan diperparah oleh pemerintah yang salah urus.

Menurut angka resmi, inflasi makanan di Sri Lanka mencapai 80,1 persen pada tahun ini hingga Juni lalu.

Di toko sayur terdekat, penduduk membayar 1.000 rupee (Rp187.000) untuk satu kilo labu, dua kali lipat dari tiga bulan lalu. Pedagang sayur Mohamad Faizal mengatakan beberapa pelanggannya sekarang membeli hanya 100 gram sekali.

"Harganya sudah naik," katanya.

"Alasan utamanya adalah tidak ada cara untuk mengangkut barang-barang itu karena tidak ada bahan bakar,” ujarnya.

Tanpa cadangan devisa untuk impor dan gagal bayar utang luar negerinya sebesar USD51 miliar (Rp763 triliun), Sri Lanka mengalami kekurangan bahan bakar, obat-obatan dan kebutuhan pokok lainnya.

Menurut Program Pangan Dunia, hampir lima juta orang - 22 persen dari populasi - membutuhkan bantuan pangan.

Dalam penilaian terbarunya, dikatakan lebih dari lima dari setiap enam keluarga melewatkan makan, makan lebih sedikit atau membeli makanan yang lebih buruk.

Meski tidak kekurangan pasokan makanan, namun daya beli masyaarkat menurun.

Pasar grosir sayuran utama New Manning di kota itu terlihat ramai pada Minggu (17/7/2022) karena pembeli, penjual, dan kuli barang berdesak-desakan dengan karung-karung hasil bumi.

Tetapi para pedagang mengatakan bisnis telah turun lebih dari setengahnya sejak Maret lalu.

"Harga untuk semuanya naik lebih dari dua kali lipat," kata pedagang MM Mufeed.

"Beberapa sayuran yang tidak terjual terbuang sia-sia dan banyak orang miskin datang untuk mengambilnya setiap hari setelah pasar tutup,” lanjutnya. Dia mengatakan penjualannya turun 70 persen.

“Kadang-kadang saya menjual kepada orang miskin dengan harga lebih murah untuk menghindari pemborosan makanan dan sedikit make up,” ujarnya.

“Pasokan makanan tidak masalah, tetapi karena tidak ada bahan bakar yang membuat sulit dan semuanya menjadi mahal,” kata Jeeva, pedagang lain, yang hanya menyebut satu nama.

Kendati demikian, pengusaha ekspor-impor Ashley Jennycloss mengatakan kentang, bawang merah dan bawang putih terus diimpor dari India, Pakistan dan China.

Sementara itu, beberapa orang melakukan perjalanan jarak jauh dengan berjalan kaki ke pasar New Manning di pagi hari untuk membeli sejumlah kecil sayuran untuk dapur mereka dengan harga grosir.

"Saya tidak punya pilihan selain berjalan 10 km ke pasar ini karena makanan di sini lebih murah dibandingkan dengan toko ritel di dekat rumah saya," kata Howzy, 50, yang memberikan satu nama.

Gerakan protes yang menjatuhkan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa bermarkas di luar bekas kantornya, tempat puluhan sukarelawan bekerja di tenda-tenda yang berjejer di kawasan pejalan kaki tepi laut.

Di antara mereka, mantan pegawai pemerintah Theodore Rajapakse terlihat sedang mengajari orang-orang cara memproduksi sayuran cepat tumbuh di petak-petak kecil di dekat rumah mereka.

Dia telah mengajar sekitar 3.000 pengunjuk rasa sejak dia bergabung dengan demonstrasi.

"Negara saya dalam masalah," katanya.

"Anda bisa menanam 100 kg labu di lahan seluas tiga kali tiga kaki," tambahnya.

Tetapi prospek perbaikan segera dalam penderitaan Sri Lanka terbatas, dan kemungkinan besar pengganti presiden, mantan Perdana Menteri (PM) Ranil Wickremesinghe, dicerca oleh para pengunjuk rasa sebagai sekutu Rajapaksa.

1
4

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini