Share

Mengenal Pembangkit Listrik Hybrid di Malang, Cocok untuk Wisata Edukasi

Avirista Midaada, Jurnalis · Jum'at 23 September 2022 14:05 WIB
https: img.okezone.com content 2022 09 22 408 2672544 mengenal-pembangkit-listrik-hybrid-di-malang-cocok-untuk-wisata-edukasi-Qf2wcOHx6J.png Pembangkit listrik hybrid di Malang (dok MPI/Avirista)

ADANYA kesulitan akses listrik di sejumlah tempat wisata air terjun yang dikelola Perhutani Malang raya membuat menyiapkan sumber energi alternatif.

Energi alternatif berupa pembangkit listrik tenaga hybrid yakni air dan tenaga surya atau sinar matahari menjadi pilihan.

Pengembangan energi alternatif di tiga lokasi wisata yakni Coban Jahe, Coban Tarzan, dan Coban Talun ini sendiri menggandeng perguruan tinggi Politeknik Negeri Malang (Polinema).

Penyediaan akses listrik di sejumlah tempat wisata dimulai sejak 2018 hingga 2022 ini secara bertahap.

Ketua tim riset tenaga listrik Polinema Mohammad Noor Hidayat mengungkapkan, pemilihan pembangkit listrik tenaga hybrid dengan memadukan dua sumber energi menjadi bagian dari bentuk pengabdian perguruan tinggi kepada masyarakat. Dipilihnya dua sumber energi yakni air dan tenaga surya atau dari cahaya matahari disesuaikan alam dari tempat wisata itu sendiri.

"Kalau pagi sampai siang menggunakan solar cell tetap bisa operasi, kalau air karena di sana banyak air jadi kita manfaatkan untuk sumber energi. Jadi ada pengontrolnya yang disimpan di baterai, yang ngatur jadi arus mengalir ke generatornya. Kalau untuk hybrid ini memang riset kami baru pertama (di Indonesia)," kata Noor Hidayat ditemui di Politeknik Negeri Malang.

 infografis

Noor menambahkan, masing-masing tenaga pembangkit listrik alternatif ini menghasilkan 500 watt aliran listrik. Dimana energi tersebut cukup untuk menyalakan lampu, sarana charger handphone maupun laptop.

Bahkan dengan alternatif dua sumber energi membuat nyala listrik lebih lama, karena tidak bergantung pada satu sumber saja.

Memang secara estimasi biaya tergolong mahal karena satu tenaga listrik hybrid saja membutuhkan setidaknya Rp 20 - 30 juta, berkaca pada pembangkit listrik dari angin dan panas bumi, dengan alokasi terbesar ada pada sarana prasarana tiang pancang pemasangnya.

"Kapasitasnya memang masih kecil, plus minus maksimal 500 watt. Tapi itu sangat bermanfaat untuk tempat-tempat wisata. Kalau dilihat dari keuntungan secara materi nggak ada, Rp 20 - 30 juta Itu hanya menghasilkan 300 - 500 Watt, kecil sekali makanya kami aplikasikan itu ke pengabdian masyarakat," paparnya.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Selain sebagai bentuk pengabdian masyarakat, Noor mengaku pembangkit listrik tenaga hybrid ini juga dikembangkan sebagai laboratorium lapangan bagi mahasiswa-mahasiswanya.

Pasalnya pada proses pengembangan dan penerapannya terdapat kurang lebih 23 mahasiswa yang dilibatkan di tempat wisata tersebut.

"Mahasiswa bisa melihat kondisi riil pembangkit listrik meskipun skalanya kecil, tapi bisa dilihat dari sumber sampai ke pembangkitannya, sampai ke pengaturan beban. Total 40-an mahasiswa terlibat dalam kegiatan penelitian ini," jelasnya.

Anggota tim riset tenaga listrik Polinema Irwan Herwanto mengungkapkan, kerja sama antara Polinema dengan Perhutani Malang raya membuat pihaknya mengembangkan sumber energi listrik terbarukan di beberapa tempat wisata di Malang raya.

"Salah satu kendala wisata hutan itu jarang teraliri listrik oleh PLN, inovasi kami dari Polinema ini untuk mengembangkan wisata di daerah-daerah, sehingga kalau di situ ada listrik, pengunjung akan tertarik untuk sekedar nge-charge handphone," ucap Irwan Herwanto.

Maka dari sanalah pihaknya sengaja memilih pembangkit tenaga listrik air yang dikombinasikan dengan tenaga panas bumi atau tenaga surya dari sinar matahari.

Pengembangan pembangkit listrik hybrid dengan dua sumber energi ini telah dimulai sejak 2018 di Javan Langur Centre yang ada di kawasan Coban Talun di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.

"Kebetulan kerjasama dengan Perhutani KPH Malang raya, kendala hutan memanfaatkan dengan kurang bijak, sehingga kalau ada wisata mereka bisa berjualan bisa memanfaatkan tanpa harus mengambil dari hasil hutan itu. Salah satu syaratnya dari ketersediaan energi listrik yang sekarang itu," ungkap dosen Prodi Sistem Kelistrikan Polinema.

Menurutnya, pemanfaatan energi listrik terbarukan bisa mendongkrak pengembangan destinasi wisata air terjun dan kawasan hutan di Kabupaten Malang. Bahkan pemasangan energi di sejumlah tempat wisata di Malang raya menjadikan perekonomian masyarakat sekitar terdongkrak.

"Jadi masyarakat sekitar tempat wisata itu akhirnya bisa buka jualan sampai malam, karena ada listrik dan penerangan. Ya akhirnya bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sana," ujarnya.

Menariknya, peralatan pembangkit listrik tenaga angin dan surya ini dikembangkan perawatan dengan metode IoT yang bisa dipantau dari jarak jauh.

Pasalnya dikatakan Sapto Wibowo, anggota tim riset tenaga listrik Polinema, medan yang sulit menuju lokasi menjadikan pemantauan peralatan cukup dikontrol melalui sistem smartphone android jarak jauh.

"Dengan teknologi IoT proses maintenance, proses pengecekan, bisa dilakukan secara remote atau jarak jauh, kalau memang dari data di Android menunjukkan satu ketidakberesan maka kita mengirimkan tim ke sana. Itu akan sangat menghemat waktu, daripada periodik kita ke sana, tapi nggak ada apa-apa," tutur Sapto

1
2

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini