Share

Demo Protes Aturan Lockdown Covid-19 Berujung Menuntut Demokrasi di China

Fatmawati , Okezone · Jum'at 09 Desember 2022 19:26 WIB
https: img.okezone.com content 2022 12 09 18 2724156 demo-protes-aturan-lockdown-covid-19-berujung-menuntut-demokrasi-di-china-j4bfAEfjtU.jpg Foto: Reuters
A A A

BEIJING – China telah mengumumkan perubahan paling besar pada rezim anti-Covid yang keras sejak pandemi dimulai tiga tahun lalu. Pemerintah China melonggarkan aturan yang mengekang penyebaran virus tetapi telah melumpuhkan ekonomi terbesar kedua di dunia dan memicu protes.

(Baca juga: Protes Covid-19 China Memanas, Demonstran Tuntut Presiden Xi Jinping Mundur)

Relaksasi aturan, yang termasuk mengizinkan orang yang terinfeksi dengan gejala ringan atau tanpa gejala untuk dikarantina di rumah dan menghentikan pengujian untuk orang yang bepergian di dalam negeri, adalah tanda terkuat bahwa Beijing sedang mempersiapkan warganya untuk hidup dengan penyakit tersebut.

“Sudah saatnya hidup kita kembali normal, dan China kembali ke dunia," tulis seorang pengguna Weibo sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (9/12/2022).

(Baca juga: Isu Kudeta di China, 'Xi Jinping Jadi Tahanan Rumah' Trending di Twitter)

Sebelumnya, Partai Komunis China (PKC) yang menguasai jalannya pemerintah akan menindak tegas semua kegiatan menyusul demonstrasi jalanan terbesar dalam beberapa dekade oleh warga yang marah dengan kebijakan lockdown karena Covid-19 kembali merebak di China.

Unjuk kekuatan besar-besaran oleh dinas keamanan China, bertujuan untuk mencegah protes lebih lanjut dan menjalar ke wilayah-wilayah lainnya. Kendaraan lapis baja terlihat terparkir di jalan-jalan kota, sementara polisi dan pasukan paramiliter melakukan pemeriksaan ID secara acak dan menggeledah ponsel orang untuk mencari foto, aplikasi yang dilarang atau bukti potensial lainnya bahwa mereka telah mengambil bagian dalam demonstrasi.

Belum diketahui jelas jumlah orang yang ditahan saat hingga paska demonstrasi besar-besaran menuntut pencabutan kebijakan nol persen Covid-19 dengan cara me-lockdown total rakyat China.

Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (Centris) menilai, meski telah mengeluarkan pernyataan yang terkesan keras dan menerjunkan simbol-simbol stabilitas negara ditengah masyarakat.

Baca Juga: instalasi-interactivity-gaungkan-keselarasan-dalam-pameran-arch-id-2024

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Peneliti senior Centris, AB Solissa mengatakan, Xi Jinping sebagai petinggi Partai Komunis China belum secara langsung menangani kerusuhan yang menyebar ke sejumlah wilayah di China.

“Kurang dari sebulan setelah memastikan masa depan politik dan dominasinya yang tak tertandingi, Xi Jinping mengisyaratkan bahwa saat ini dia lebih menyukai menjaga stabilitas rezim dalam menghadapi tantangan publik,” kata AB Solissa.

Namun ketidakpedulian Xi Jinping dan Partai Komunis China ini justru membangkitkan keberanian rakyat China yang semula hanya protes kebijakan lockdown, berubah menjadi penggulingan Partai Komunis China.

Demo di Xinjiang pecah pekan lalu setelah massa marah dengan kebijakan nol Covid-19 China dengan lockdown ketat 100 hari. Aturan itu dianggap menghambat warga melarikan diri dari tragedi kebakaran di apartemen yang menewaskan 10 orang.

Kematian tersebut telah memicu kemarahan publik yang meluas karena banyak pengguna internet menduga bahwa penghuni gedung bertingkat tinggi tersebut tidak dapat melarikan diri tepat waktu karena sebagian gedung tersebut dikunci.

“Awalnya, massa pengunjuk rasa di Shanghai hanya menyuarakan keinginannya agar pemerintah mencabut lockdown untuk Urumqi, cabut lockdown untuk Xinjiang, cabut lockdown untuk seluruh China!” ucap AB Solissa.

“Seiring perjalanan waktu, massa mulai berteriak gulingkan Partai Komunis China, dan gulingkan Xi Jinping, bebaskan Urumqi yang videonya banyak beredar di media sosial,” jelas AB Solissa.

Sebagian besar pengunjuk rasa memusatkan kemarahan mereka pada kebijakan ‘nol-Covid’ yang telah membuat jutaan orang terkunci dan dikarantina.

Sebelumnya, Duta Besar Amerika Serikat untuk China, Nicholas Burns, mengatakan pembatasan ketat yang dilakukan Beijing banyak merugikan negara-negara dunia, khususnya yang memiliki perwakilan di Tiongkok.

Salah satunya, kata Nicholas Burns, lockdown ini membuat diplomat Amerika Setikat tidak dapat bertemu dengan warga megaranya yang menjadi tahanan atau ditahan di China, seperti yang diamanatkan oleh perjanjian internasional.

Lockdown juga menyebabkan kurangnya rute penerbangan komersial ke dalam negeri, Kedutaan Besar Amerika Serikat harus menggunakan penerbangan charter bulanan, untuk memindahkan personelnya masuk atau keluar China.

"Covid dan lockdown benar-benar mendominasi setiap aspek kehidupan di China,” kata Nicholas Burns dalam diskusi online dengan Chicago Council on Global Affairs.

Burns juga mengaku negaranya terus mengamati protes besar-besaran yang dilakukan rakyat China, dimana Amerika Serikat meyakini bahwa rakyat China seharusnya memiliki hak untuk melakukan protes secara damai.

"Mereka memiliki hak untuk membuat pandangan mereka diketahui. Mereka memiliki hak untuk didengar. Itu adalah hak fundamental di seluruh dunia. Seharusnya begitu. Dan hak itu tidak boleh dihalangi, dan tidak boleh diganggu,” jelas Nicholas Burns.

Bukan hanya di China, unjuk rasa menentang kebijkan nol persen Covid-19 dengan me-lockdown total rakyat China juga terjadi di sejumlah negara dunia. Seperti di Tokyo, Jepang, sejumlah pengunjuk rasa turun ke jalan untuk mendukung demonstrasi yang dilakukan rakyat China.

“Ini membuktikan langkah Partai Komunis China khususnya Xi Jinping salah dan berdampak juga ke negara-negara dunia lainnya,”pungkasnya.

1
3

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini