DI awal 2023, Indonesia dikejutkan dengan kabar ratusan remaja di Blitar dan Ponorogo hamil duluan. Karena kondisi itu, para remaja tersebut meminta dispensasi pernikahan di bawah umur ke pengadilan agama (PA).
Data yang diterima MNC Portal, sebanyak 489 remaja di Blitar mengajukan dispensasi pernikahan di bawah umur sepanjang 2022. Sementara itu, di Ponorogo sebanyak 266 remaja mengajukan dispensasi yang sama ke PA.
Fenomena ini tentu bukan hal yang membanggakan bagi Indonesia di awal tahun. Malah, bisa dikatakan cerminan buruk masih rendahnya pendidikan seks di kalangan remaja.
Padahal, menurut Pemerhati Anak Retno Listyarti, remaja itu sangat memerlukan pemahaman tentang dampak hubungan seksual dan kesehatan reproduksi. Terlebih, kasus hamil di luar nikah di kalangan remaja semakin banyak dijumpai di masyarakat.
"Jadi, yang namanya pendidikan seks dan pendidikan kesehatan reproduksi itu sangat penting, terutama untuk remaja berusia 13-17 tahun yang mulai menyukai lawan jenis," kata Retno pada MNC Portal, belum lama ini.
Dengan memberikan pendidikan seks dan pendidikan kesehatan reproduksi, diharapkan remaja bisa memahami dan akan menjaga otoritas tubuhnya demi menjaga masa depannya juga. Selain itu, mencegah remaja menjadi korban kejahatan seksual.
Retno mengatakan, di zaman modern seperti ini masih ada remaja yang tidak paham dengan kondisi kesehatan reproduksinya sendiri. Misalnya, soal siklus menstruasi dan proses terjadinya kehamilan.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya
Tak hanya itu, banyak remaja yang tidak mengerti cara mencegah terjadi perilaku asusila, pergaulan bebas, serta penyakit menular. Hal ini yang memicu masih tingginya kasus hamil di luar nikah pada remaja Indonesia.
Kenapa bisa begitu? Menurut Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Herna Lestari, ini bukan hanya masih rendahnya pendidikan seks dan pendidikan kesehatan reproduksi di keluarga atau sekolah, tapi remajanya sendiri merasa pendidikan seperti itu bukan hal yang wajar dipelajari.
Ya, pendidikan seks dianggap hal tabu dan dipercaya sebagai sesuatu yang 'kotor' untuk didekati. Alhasil, siapa yang mempelajarinya, punya kecenderungan akan dicap sebagai anak nakal.
Padahal, kata Herna, ketika para remaja ini melek dengan hal seksualitas, mereka mampu menunda seks pertama. Ya, ketika si remaja mendapat pengetahuan tentang seksualitas dengan baik dan gamblang, dia jadi tahu batasan untuk tubuhnya dan ini mengarah ke penundaan seks pertama kalinya di usia remaja.
"Sebab, tidak bisa dipungkiri hormon remaja biasanya sedang tinggi-tingginya. Emosi mereka juga sulit terkontrol. Ini yang membuat keingintahuan mereka tinggi. Jadi cenderung coba-coba. Akhirnya terjebak dalam coba-coba tersebut," kata Herna.
Karena itu, menurut Herna, pendidikan seksualitas dan pendidikan kesehatan reproduksi ini sangat penting untuk memberi tahu bagaimana para remaja melindungi tubuhnya sendiri. Tahu betul apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan untuk tubuhnya.