Share

Abu Nawas Bisa Tahu Warna Angin, Bikin Semua Orang Bengong!

Hantoro, Jurnalis · Minggu 19 Maret 2023 07:11 WIB
https: img.okezone.com content 2023 03 19 614 2783648 abu-nawas-bisa-tahu-warna-angin-bikin-semua-orang-bengong-80zOfIf5ep.jpg Ilustrasi cerita lucu Abu Nawas dan gubernur baru. (Foto: Istimewa/Sindonews)
A A A

DI tempat tinggal Abu Nawas ada gubernur baru yang ditunjuk Baginda Raja. Sayangnya, pemimpin daerah itu diduga menyalahgunakan jabatan. Ia memerintahkan para prajurit menangkap sejumlah sastrawan yang dianggap pintar.

Usai beberapa sastrawan cerdas ditangkap, mereka dihadapkan kepada gubernur yang baru tersebut. Satu per satu di antara mereka ditanya oleh sang gubernur.

"Menurutmu, aku gubernur yang adil atau zalim?" tanya sang gubernur kepada para sastrawan seperti dikutip dari kanal YouTube Juha Official.

Sastrawan pertama menjawab, "Anda adalah gubernur yang zalim."

Sang gubernur terperanjat dengan jawaban tersebut. "Apa alasanmu?" tanya balik gubernur.

"Karena Anda telah menangkap kami tanpa sebab," jawab sastrawan pertama.

"Prajurit, masukkan dia ke penjara. Besok dia akan dihukum mati," ucap sang gubernur.

Sastrawan berikutnya dipanggil dan diberi pertanyaan yang sama. "Menurutmu, aku gubernur yang adil atau zalim?" tanya gubernur.

"Tuanku adalah gubernur yang adil," jawab sastrawan kedua.

"Apa alasanmu?" tanya gubernur kembali.

"Karena tuanku sangat memperhatikan rakyat," jawab sastrawan tersebut.

"Kau pembohong. Prajurit, masukkan dia ke penjara, besok hukum mati," ujar gubernur. 

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Begitulah seterusnya apabila dijawab adil ataupun zalim, sang gubernur tetap memberikan hukuman mati.

Kemudian beberapa sastrawan yang belum tertangkap mendatangi rumah Abu Nawas. "Tolonglah kami, Abu Nawas. Beberapa kawan kami dijatuhi hukuman mati," kata para sastrawan penuh khawatir.

Abu Nawas terkejut mendengarnya. "Kenapa gubernur melakukan hal itu? Bagaimana ceritanya?" tanyanya heran.

"Kami sendiri tidak tahu, Abu Nawas. Tanpa sebab, gubernur yang baru itu menanggapi para sastrawan di kota kita lalu mereka ditanya satu per satu: 'Apakah dia gubernur yang adil atau zalim?' Bila jawabannya zalim maka akan dihukum mati. Jika jawabannya adil juga tetap dihukum mati," kata mereka menjelaskan.

"Pasti gubernur sakit. Dia sudah tidak waras," ucap Abu Nawas.

"Itulah kenapa kami ke sini, Abu Nawas. Kami mendatangimu agar kau menyelamatkan kawan-kawan kami, sebab rencananya besok mereka akan dihukum mati," tutur para sastrawan.

"Baiklah, aku akan ke istana gubernur. Sekarang juga kalian pulanglah," ucap Abu Nawas

Sesampainya di sana, Abu Nawas langsung menghadap gubernur. Melihat kehadiran Abu Nawas, gubernur langsung emosi. "Ngapain kau datang ke istanaku," tanya dia.

"Aku mendengar kabar Anda menyuruh beberapa prajurit menangkapi para sastrawan pintar di kota ini, tapi kenapa aku tidak ditangkap? Aku sangat tersinggung," jawab Abu Nawas.

"Oh, jadi kau menganggap dirimu bagian dari mereka," tanya gubernur.

"Tentu saja masyarakat di kota ini tahu siapa aku. Aku adalah sastrawan terpandai di kota ini," balas Abu Nawas.

"Baiklah, algojo tangkap Abu Nawas dan penggal lehernya," perintah gubernur.

"Tunggu dulu. Sebelum leherku dipenggal, perintahkan algojomu agar jangan sampai merusak rambutku, sebab aku baru saja keluar dari tukang cukur," timpal Abu Nawas.

Mendengar itu, gubernur langsung tertawa. "Itulah jiwa kesatria yang aku kagumi darimu. Aku mengampunimu, Abu Nawas," kata gubernur.

"Bolehkah aku meminta satu permintaan?" tanya Abu Nawas.

"Apa permintaanmu? Katakan saja," jawab gubernur.

"Aku juga minta pengampunan untuk kawan-kawanku," pinta Abu Nawas

Sejenak gubernur terdiam lalu berkata kepada Abu Nawas, "Aku akan mengabulkan permintaanmu, tapi ada syaratnya, kau harus bisa menjawab tiga pertanyaanku."

"Baik gubernur, aku siap menjawabnya," sahut Abu Nawas.

"Menurutmu, aku gubernur yang adil atau zalim?" tanya dia.

"Tuan bukan gubernur yang adil, bukan pula gubernur yang zalim. Orang-orang yang zalim itu adalah kita, sedangkan tuan adalah pedang keadilan yang membalas kezaliman," jawab Abu Nawas.

"Luar biasa. Jawabanmu sungguh menakjubkan Abu Nawas," ujar gubernur.

"Sekarang pertanyaan kedua: Mana yang lebih bermanfaat, matahari atau bulan?" tanya gubernur.

"Matahari terbit di siang hari bersamaan dengan terangnya dunia, maka menurutku matahari kurang bermanfaat. Sementara bulan terbit di waktu malam yang menerangi dunia dan menjadikannya seperti siang, maka menurutku manfaat bulan lebih besar," jawab Abu Nawas.

Gubernur pun tertawa dengan jawaban Abu Nawas, memang nyeleneh tapi masuk akal. "Baiklah Abu Nawas, sekarang pertanyaan terakhir. Menurutmu warna angin itu apa?" tanyanya.

"Warna angin itu merah," jawab Abu Nawas enteng.

"Apa alasanmu?" tanya gubernur lagi.

"Kalau kita masuk angin lalu badan dikerok pasti akan muncul warna merah di badan. Itu menunjukkan kalau anginnya sedang keluar. Berarti warna angin adalah merah," jawab Abu Nawas menerangkan. 

Untuk kedua kalinya gubernur dibuat tertawa terpingkal-pingkal. "Kamu memang cerdik Abu Nawas. Kau mendapatkan apa yang diinginkan. Ternyata apa yang dikatakan Baginda Raja tentangmu memang benar," tutur gubernur.

Abu Nawas spontan kaget mendengar nama Baginda Raja disebut. "Maksud tuan bagaimana?" tanya Abu Nawas penasaran.

"Sebelum aku ditugaskan kemari, Baginda Raja memberi tahu kalau di kota ini banyak sastrawan pintar dan di antara sastrawan yang paling cerdik adalah kau."

"Aku berniat memanggil mereka untuk diberi hadiah, tapi sebelumnya ingin mengerjai dulu. Ternyata kau malah datang untuk membantu mereka, dan ini adalah suatu kesempatan bagiku untuk menguji kecerdasanmu," cerita gubernur.

"Jadi hukuman mati yang tuan berikan hanya pura-pura?" tanya Abu Nawas kaget.

"Benar, Abu Nawas. Aku hanya ingin mengerjai mereka sebelum memberikan hadiah," jawab gubernur.

Abu Nawas pun terdiam sejenak. "Kurang ajar, ternyata aku masuk perangkapnya. Tunggu saja pembalasanku nanti," ungkapnya dalam hati.

Allahu a'lam bisshawab

1
5

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini