Share

Heboh Ribuan Calon Dokter Spesialis Alami Depresi, Apa Kata UGM?

Dani Jumadil Akhir, Okezone · Kamis 18 April 2024 12:01 WIB
https: img.okezone.com content 2024 04 18 65 2997393 heboh-ribuan-calon-dokter-spesialis-alami-depresi-apa-kata-ugm-vMB0REE3qp.png Heboh Ribuan Calon Dokter Spesialis Alami Depresi, Apa Kata UGM? (Foto: UGM)

JAKARTA - Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) angkat bicara soal fenomena ribuan calon dokter spesialis alami depresi.

FKKMK UGM memastikan terus memperhatikan kesehatan mental para mahasiswa dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

"Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengurangi potensi penyimpangan aktivitas dalam mekanisme pendidikan yang berakibat pada kesehatan fisik dan mental mahasiswa," kata Dekan FKKMK UGM Prof Yodi Mahendradhata dalam keterangan resmi, Kamis (18/4/2024).

Pernyataan itu disampaikan Yodi merespons hasil skrining atau penapisan awal kesehatan jiwa peserta PPDS yang dirilis Kementerian Kesehatan RI.

Hasil skrining awal itu mengungkapkan bahwa 22,4 persen peserta PPDS mengalami gejala depresi, dan 0,6 persen di antaranya mengalami depresi berat.

Yodi mengemukakan program pendidikan dokter spesialis terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dengan memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan peserta didik.

Pengelolaan kesehatan mental mahasiswa peserta PPDS, kata dia, diwujudkan dengan melakukan skrining kesehatan bagi semua mahasiswa calon dokter spesialis di awal proses pendidikan.

"Proses skrining atau penapisan kesehatan mental merupakan contoh upaya nyata pengelolaan kesehatan jiwa mahasiswa," kata dia.

Menurut dia, pengelolaan kesehatan mental itu diupayakan dengan mengatur jam kerja kurang dari 80 jam per minggu bagi semua mahasiswa calon dokter spesialis.

Kemudian, memberikan edukasi tentang penanggulangan gejala-gejala depresi secara berkesinambungan dan menyediakan layanan tim psikolog apabila terdapat indikasi gejala depresi.

Layanan psikolog tersebut bisa diakses melalui internet secara personal untuk menjamin kerahasiaan proses konseling.

"Selanjutnya, melakukan monitoring rutin terkait kondisi dan perkembangan pendidikan mahasiswa calon dokter spesialis oleh dosen pembimbing akademik," ujar Yodi dilansir Antara.

Menurut dia, proses penapisan atau skrining kesehatan mental mahasiswa perlu memperhatikan pemilihan instrumen skrining untuk menjamin validitas data, mempertimbangkan aspek etik, dan menjaga kualitas data.

Meskipun demikian, dia menegaskan hasil skrining awal bukan sebagai kesimpulan final ataupun perangkat untuk mendiagnosis kondisi kesehatan mahasiswa.

Dia mengatakan hasil skrining semestinya diikuti dengan tahapan pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan oleh ahli kesehatan mental.

"Dengan demikian, hasil kajian awal tidak untuk dipublikasikan karena berpotensi menimbulkan salah interpretasi, pelanggaran etik maupun stigmatisasi institusi atau kelompok tertentu seperti mahasiswa calon dokter spesialis," ujar dia.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Yodi menuturkan cita-cita luhur penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis diarahkan untuk membantu pencapaian misi pemerintah dalam melakukan pemerataan, percepatan pemenuhan, dan penjaminan kualitas pelayanan kesehatan medis profesional.

Penyelenggaraan program pendidikan dokter spesialis, kata dia, mencakup peningkatan aspek kompetensi, keterampilan, kepemimpinan, kedisiplinan, tanggung jawab, dan penguasaan etika bagi mahasiswa.

Menilik cakupan tersebut, menurut dia, dapat dipahami bahwa pendidikan dokter spesialis bertujuan untuk membentuk dokter spesialis yang mampu mewujudkan kualitas profesional pelayanan kesehatan masa depan.

"Pembentukan ini melalui proses yang kompleks serta sistematis, dan tidak hanya sekadar melakukan pemahiran semata," kata dia.

Seperti diwartakan, dari hasil skrining yang dilakukan Kemenkes RI mengungkapkan bahwa 22,4 persen peserta PPDS mengalami gejala depresi, dan 0.6 persen di antaranya mengalami depresi berat. Bahkan ditemukan dokter yang ingin bunuh diri.

Dari 22,4 persen PPDS yang mengalami depresi, sebanyak 381 orang (14 persen) di antaranya menjalani pendidikan spesialis anak, 350 pendidikan spesialis penyakit dalam, 248 anestesiologi, 164 neurologi, dan 153 obgyn.

Peserta PPDS yang mengalami gejala depresi terbanyak (22,4 persen) berasal dari RSCM Jakarta, 250 dari RS Hasan Sadikin Bandung, 326 dari RS Sardjito Yogyakarta, 284 dari RS Ngoerah Denpasar.

Berdasarkan data dari Kemenkes, dikutip dari akun X @txtdarijasputih, Selasa (16/4/2024), para calon dokter spesialis yang sedang dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Vertikal (RSV) atau rumah sakit yang berada di bawah pengelolaan Pemerintah Pusat mengalami gejala depresi ringan hingga sedang.

Kemenkes melaporkan ada sebanyak 2.714 PPDS RSV yang mengalami gejala depresi ringan hingga berat. Terdapat 1.977 calon dokter spesialis yang mengalami gejala depresi ringan dengan nilai tes 5-9.

Kemudian, sebanyak 486 calon dokter spesialis yang mengalami gejala depresi sedang, dengan total nilai tes 10-14. Sedangkan untuk calon dokter spesialis yang mengalami depresi sedang-berat tercatat ada sebanyak 178 orang dengan hasil tes depresi 15-19.

Untuk gejala depresi berat dengan total nilai tes 10-27, tercatat ada sebanyak 75 calon dokter spesialis. Dari total 2.714 PPDS RSV, tercatat ada 614 calon dokter spesialis mengalami gejala depresi berasal dari RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan 350 calon dokter spesialis dari RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

Lalu diikuti dengan sebanyak 326 calon dokter spesialis dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, 284 calon dokter spesialis yang berasal dari RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah, dan 240 calon dokter spesialis dari RS Wahidin Sudirohusodo.

Menurut laporan tersebut, kasus gejala depresi yang paling banyak dialami yaitu studi spesialis Ilmu Kesehatan anak yang tercatat ada 381 orang. Kemudian diikuti oleh Spesialis Penyakit Dalam sebanyak 350 orang, dan Spesialis Anestesiologi dengan total 248 orang.

Bukan cuma itu, adapun calon dokter yang sedang mengikuti pendidikan spesialis Neurologi yang mengalami gejala depresi sebanyak 164 orang dan Spesialis Obgyn sebanyak 153 orang.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini