LETNAN Nariman Hammounti-Reinke mempertaruhkan hidupnya untuk Jerman di Afghanistan. Tetapi ketika sudah masuk ke ranah keagaaman, ia merasa diasingkan oleh Bundeswehr --sebutan pasukan militer Jerman--, meski tentara Jerman yang muslim meningkat.
“Saya pernah ada disituasi seperti, ini sudah situasi yang genting, bukan lagi latihan. Itu adalah tembakan dan peluru asli yang ditembakkan ke arahmu,” tutur Nariman Hammounti-Reinke, prajurit Bundeswehr Jerman yang sudah berumur 41 tahun.
Bisa dirasakan tekanan dan ketakutan yang ada berminggu-minggu dan berbulan-bulan mendapatkan penyebaran tugas ke tempat asing, ketika ia menceritakan misinya menjadi Bundeswehr.
Baca juga: Kisah Raja Namrud Mengaku Tuhan, Membakar Nabi Ibrahim dan Mati Diserang Lalat
Letnan Hammouti-Reinke adalah seorang muslim di Jerman. Kedua orangtuanya berasal dari Moroko. Ia lahir dekat Hanover di Jerman Utara. Baginya, mempersiapkan untuk bertugas di penyebaran asing sangat mempengaruhinya dalam level personal dan religiusnya.
“Saya yang akan membawa kain kafan saya sendiri,” ujar perempuan yang sudah menuliskan pengalamannya dalam buku berjudul ‘Ich Diene Deutschland’ atau ‘Aku Mengabdi pada Jerman.
“Saya seperti harus menulis buku panduan pada atasan saya jika saya terbunuh. Dan harus memikirkan bagaimana dan siapa yang akan mengurus untuk memberitahukan orang tua saya, jika saya mati,” tutur Hammouti-Reinke ketika diwawancarai DW.com seperti dilansir, Senin (27/7/2020).
Pelayanan keagamaan di militer untuk Kristiani dan Yahudi
Seorang tentara muslim yang ditugaskan dalam sebuah misi berbahaya haruslah direncanakan dengan sangat matang. Walaupun begitu, tidak ada pelayanan untuk tentara muslim di kemiliteran Jerman, tidak seperti umat Kristiani dan Yahudi.
“Hal itu masih sangat terkesan mendiskriminasi dan tidak setara,” ujar Hammounti-Reinke.
Seharusnya pada saat ini sudah ada perubahan. Pada akhir Januari kemarin, Menteri Pertahanan Annegret Kramp-Karrenbauer bertemu dengan Ketua Dewan Muslim Pusat, Aiman Mayzek dalam rapat tinggi religius perwakilan Muslim dan Yahudi.
Baca juga: Meneladani Kearifan Syuraih Al-Qadhi dalam Mendidik Istri
Kramp-Karrenbauer berbicara pada pendeta Yahudi mengenai persetujuan untuk diadakannya pendeta dalam Bundeswher Jerman. Lalu, ia juga berbalik dan megatakan pada Mayzek, “Langkah selanjutnya akan dilaksanakan dan kita akan usahakan untuk mencapai itu.”
Banyaknya diskusi, tidak ada tindakan konkret
Mayzek bukanlah satu-satunya yang meningat ini, para jurnalis pun turut ikut. Sudah hampir setengah tahun dan perwakilan Dewan Pusat mengatakan pada DW, “tidak ada yang berubah. Seharusnya mereka hanya perlu langsung mulai, ambil langkah dan mengurus pelayanan untuk tentara muslim.”
Seolah satu setengah tahun yang lalu diambilnya keputusan atas ditetapkannya untuk Kapelan bagi tentara militer beragama Yahudi oleh pemerintahan di bidang pertahanan dan Dewan Pusat Yahudi.
Ada banyak negosiasi, politisi membicarakannya, kementrian kabinet dan parlemen telah merundingkan dan memutuskan untuk menetapkannya. Persetujuan untuk diadakannya Kapelan Yahudi telah ditandatangani, di hadapan Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier, Kramp-Karrenbauer and Josef Schuster Ketua Dewan Keagamaan Yahudi Jerman.
Terkadang dalam sebuah situasi dikatakan akan diadakannya pelayanan keagamaan untuk Muslim, tanpa ragu-ragu.
Hak adanya pelayanan keagamaan
Dari jumlah sudah bisa kita lihat, hampir 185.000 orang yang bertugas di Bundeswehr. 53.400 adalah Kristiani dan 41.000 nya adalah Katolik. 300 orang merupakan Yahudi dan 3.000 lainnya merupakan Muslim. Belum lama, seorang Uskup Protestan mengatakan bahwa ada sekitar 3000 sampai 4000 tentara yang bertugas di Bundeswehr.
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya